Saya punya suatu kebiasaan, mencoba mengambil satu hal yang baik / buruk sebagai pelajaran dari suatu film. Terutama dari film anak-anak. Kadang-kadang hal tersebut saya anggap jadi input buat diri sendiri.
Contoh:
- Film “Up”, di sini ada satu bagian terbaik di mana si kakek terus menerus berusaha menyenangkan istri yang sangat dicintainya, dia menganggap bahwa istrinya sangat ingin berpetualang dengan dia memiliki rumah di atas tebing. Ternyata tanpa sengaja buku adventurenya terbuka, dan sudah lengkap diisi oleh kejadian-kejadian sehari-hari yang menurut istrinya adalah sesuatu yang sangat berbahagia. Meaning buat saya: kadang-kadang saya ingin memberikan sesuatu di yang akan datang, tetapi lupa di keadaan yang sekarang. Istri, orang tua, dan anak-anak saya mungkin tidak membutuhkan yang saya bayangkan.
- Film “Mulan”, bahwa otak lebih penting daripada fisik.
- Film “Hunchback of Notredame”, yang di dalam lebih indah daripada yang di luar.
- Film “Alladin”, be yourself.
- Film “Click” <- bukan cartoon. Mengajarkan “Family Come First”. Ini bisa dibilang sering mirip seperti kejadian sehari-hari saya. 🙂
dst…
Tetapi pada kejadian nyata, saya sering kali melupakan hal ini. Tuhan sedang mengajarkan saya sesuatu, selama saya masih terus melakukan kesalahan yang sama.. resultnya akan sama. Dan setiap peristiwa (terutama yang penting), harusnya ada makna yang bisa diambil…
Saya ingin, mulai sekarang… saya diberikan kepekaan dan kemampuan belajar dari hal-hal sekitar saya ataupun yang terjadi dengan saya. Dan melakukan pembelajaran dan perbaikan… Saya kadang-kadang berujar di twitter (kalau ujaran-ujaran gitu di twitter / facebook, seringkali maksudnya ngomong untuk diri sendiri) untuk ujaran ini: “Insanity: doing the same thing over and over again and expecting different results.” – Albert Einstein.
